BATAM (HK)- Setelah Gubernur Kepri Nurdin Basirun menandatangani besaran Upah Minimum Sektoral (UMS) Kota Batam No. 1832 tahun 2016 yang berlaku mulai 2 Juni 2016 lalu, langsung menuai polemik. Besaran UMS Kota Batam ada 3 sektor, yakni Sektor I sebesar Rp2.998.454. Sektor II sebesar Rp3.027.855, dan Sektor III Rp3.203.699. Tapi, keputusan ini memicu munculnya berbagai tanggapan atas keputusan yang tidak bisa berlaku surut itu.
Karena itulah, Dekan Fakultas Hukum (FH) Unrika (Unversitas Riau Kepulauan) Batam akan melakukan kajian akademis terhadap keputusan gurbernur itu.
“Kita akan membahas secara internal SK Gubernur mengenai upah sektoral, supaya ada kajian akademisnya,” ungkap Dekan FH Unrika, Rustam.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara dalam Diskusi Perburuhan & Berbuka Puasa Bersama yang mengangkat tema, “Menggagas Konsep Upah Sektoral Kota Batam” di Aula Kampus Unrika Batam, Rabu (29/6).
Hadir juga sebagai pembicara, Sriyanto, Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam dan Sekretaris SPMI (Serikat Pekerja Metal Indonesia) Batam, Suprapto. Diskusi ini digelar oleh FH Unrika Batam bersama dengan Forum Diskusi Publik (FDP) Kepri.
Beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut atau ditarik kembali.
“Ada beberapa kebijakan yang multi tafsir, seperti undang-undang, kalau tidak ditandatangani juga tetap berlaku. Maka, PP 78 tahun 2015 seharusnya diatur dalam peraturan lebih rinci,” tegas Dekan FH Unrika itu.
Acara diskusi yang dibuka oleh Wakil Rektor Unrika Batam, Ade P. Nasution itu juga terungkap, para pekerja di sektor elektronik, tidak mau membikin asosiasi.
“Kenapa? Inilah tugas pemerintah untuk mendorong, dari tahun 2009. Sehingga, mau tidak mau, upah sektoral adalah suatu terobosan,” ujar Sekretaris SPMI Batam yang juga Panglima Garda Metal Batam, Suprapto.
Dilanjutkan Suprapto, yang masih menjadi polemik itu adalah sektor unggulan. Maka, ketika Gubernur Kepri memutuskan besaran upah sektoral, langsung direspon Apindo dengan surat agar pengusaha tidak membayar gaji karyawannya sesuai SK Gubernur itu.
“Untung ini lagi bulan puasa, kalau tidak kita demo lagi,” tegas Suprapto.
Sementara itu, Kabid Hubungan Industrial Disnaker Kota Batam, Sriyanto mengatakan, sampai hari ini, masih banyak serikat buruh yang belum mau menerima Peraturan Pemerintah No 78.
“Upah sektoral ini memang isu sensitif bagi para buruh dan pengusaha,” ujarnya.
Lalu, mengapa sih setiap tahun, selalu ribut soal upah. Ditambahkan Sriyanto, ada alasan yang rasional. Beberapa perusahaan menetapkan upah sebesar UMK saja, padahal mereka yang lebih dulu kerja, selisihnya sedikit sekali. Ini yang membuat pemerintah menetapkan upah sektoral.
“Dengan masih terjadinya tarik ulur antara pengusana dan buruh, maka diskusi yang membahas upah sektoral seperti ini harus terus dilakukan. Sehingga tidak perlu ada demo setiap tahun hanya untuk memutuskan besaran upah sektoral itu,” ujar Ketua FDP Kepri, Dedy Suwadha. (r)
Sumber : http://www.haluankepri.com/batam/92635-upah-sektoral-perlu-kajian-akademis.html