Batam, batamtoday – Diskusi akademis yang digelar Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan (Unrika), Batam, tentang rencana kenaikan pajak di Kota Batam dengan menghadirkan enam narasumber menghasilkan komposisi pandangan berformat 1:3:1:1.
Keenam narasumber yakni, Amsakar (Dinas UKM Pemko Batam), Ir Cahya (Ketua APINDO Batam), Nada F Soraya (Ketua KADIN Batam), Setia Putra Tarigan (SPSI-Batam), Yudi Kurnain (Ketua Pansus Ranperda Pajak DPRD Batam) dan Marzuki SE (Dosen Unrika).
Amaskar menyatakan, pajak harus dinaikan karena APBD Tahun 2010 lalu mengalami defisit, dan tahun ini pemda membutuhkan banyak biaya untuk melakukan pembangunan, terutama untuk pembiyaan fisik infratruktur seperti jalan dan penerangan listrik.
“Pada tahun ini APBD Kota Batam sekitar Rp1,2 triliun, padahal kalau kita tampung semua usulan dari bawah, seperti dari hasil Musrenbang, maka APBD yang kita butuhkan bisa 4 kali lipat,” kata Amsakar. Dan semua usulan dalam Musrenbang, menyatakan sebagai usulan prioritas.
Ir Cahya secara tegas menyatakan menolak rencana Pemko tersebut, menurutnya Pemko masih dapat menggali potensi pajak yang belum tergarap maksimal, dan mengintensifkan potensi yang ada. Krisis ekonomi global beberapa waktu lalu belum juga pulih sepenuhnya, dan sekarang ditambah Konlik Timur tengah dan tsunami Jepang, sehingga menurutnya, rencana menaikan pajak pada saat ini, sangat tidak rasional.
“Konflik Timur tengah mengakibatkan harga minyak menembus angka di atas $100/barel. Padahal, untuk setiap kenaikan 1 dolar minyak berarti negara mensubsidi Rp700 miliar,” jelas Cahya. Belum lagi bencana tsunami Jepang telah menyebabkan 30 sampai 40 persen ekspor Batam ke Jepang terganggu.
“Para pengusaha menolak rencana itu (kenaikan pajak,red), karena situasinya tidak memungkin, dan itu juga akan membuat investor mundur dari Batam,” ujar Cahya.
Secara khusus, Cahya menyebut penolakanya atas rencana kenaikan PPJU (pajak penerangan jalan umum) dari 5 persen menjadi 7 persen, dan juga kenaikan pajak pada sektor hiburan.
“Tarif listrik di Batam lebih mahal 30-40 persen dibanding tarif di daerah lain, kalau dinaikan lagi PPJU, tentu akan memberatkan masyarakat. Demikian juga pajak hiburan seperti di Bali misalnya, PPN disana hanya 10 persen, tetapi di Batam 15 persen, kalau naik lagi, bisa mati bisnis hiburan di Batam,” argumentasi Cahya.
Ketua Kadin Batam, Nada F Soraya juga menyatakan keberatanya atas rencana kenaikan pajak, dan secara khusus menyoroti soal redaksional Ranperda yang terlalu bias, yang hal itu jelas akan membuka pintu diskresi terlampau luas. Sementara diskresi (kebijakan) kerap pad kahirnya akan menuai masalah hukum.
“Saya kasihan sama Walikotanya. Karena sesudah Ranperda itu jadi Perda, kan harus diatur lanjut dengan Perwako (Peraturan Walikota, red), dan nanti bisa saja walikota akan terkena masalah hukum,” ujar Nada.
Nada secara khusus meminta Pemko untuk lebih menggali potensi pendapatan di sektor kelautan, karena selama ini menurutnya sektor tersebut belum digali pemerintah secara maksimal.
Jika rencana kenaikan pajak ini diterima, maka konsekuensinya Pemko Batam harus menaikan upah buruh sebanyak Rp400.000 per bulan, karena kenaikan pajak membuat buruh defisit Rp400.000, demikian Setia Putra Tarigan dari SPSI Batam.
“Jika upah buruh tidak tidak dinaikan sedangkan pajak jadi dinaikan, maka jelas Pemko mendorong terjadinya konflik antara buruh dengan pengusaha,” kata Setia.
Setia menyoroti luasnya cakup objek kena pajak, sebagai contoh dalam hal restoran dan rumah makan, restoran dan rumah makan kena pajak jika beromzet Rp50 juta pertahun. Itu artinya, rumah makan sekelas warteg yang beromzet Rp4 juta-an perbulan atau Rp125.000/ per hari juga kena pajak.
“Masak Pemko juga mau ambil pajak kepada pedagang warteg dan penjual ayam penyet, yang hanya melayani 10 piring per hari,” kata Setia.
Ketua Pansus Pajak DPRD Batam, Yudi Kurnain, menyatakan dirinya sengaja datang ke Unrika untuk mendapat masukan dari kalangan akademisi dan juga para ahli. “Karena, terus terang saja, saya tidak mengerti soal pajak,” katanya polos.
Sedangkan Marzuki, Ekonom dari Unrika, menyatakan memahami niat Pemko Batam yang ingin menaikan pajak, karena untuk menjalankan pembangunan Pemko perlu dana. Sedangka Pemko mendapat dana, selain dari APBN berupa dana alokasi umum, alokasi khusus, tentu saja dari pajak daerah.
Namun demikian, kata Marzuki, kenaikan pajak jangan sampai memberatkan masyarakat, sehingga intensifikasi pajak perlu dilakukan pemerintah.
(Tunggul Naibaho)