Fakultas Hukum UNRIKA Jurnal PENERAPAN YURIDIS UNDANG-UNDANG MIGAS DALAM KAITAN KEGIATAN USAHA KECIL MIGAS

PENERAPAN YURIDIS UNDANG-UNDANG MIGAS DALAM KAITAN KEGIATAN USAHA KECIL MIGAS


Mas Subagyo Eko Prasetyo

Dosen Tetap Prodi Ilmu Hukum Universitas Riau Kepulauan Batam

 

 

Abstrak

             Kenyataan kegiatan usaha migas jelas memperlihatkan dua hal penting, yaitu :

  1. Banyak sekali usaha kecil yang berusaha di bidang migas baik hulu dan hilir. Sejarah membuktikan bahwa usaha kecil sejak pra kemerdekaan hingga sekarang sangat berjasa besar mendistribusikan energi sampai ke pelosok gunung dan kawasan terpencil lain yang tidak mampu ditangani negara.
  2. Saat yang sama usaha kecil terus dipinggirkan seperti belum adanya perlindungan hukum yang memadai, jaminan distribusi, kepastian wilayah kerja serta dukungan dan akses sumberdaya produktif yang harus diberikan kepada usaha kecil migas.

            Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi memerlukan implementasi dalam bentuk peraturan pemerintah yang mendukung tindak ekonomi kerakyatan yang secara tegas dan konkret mengakomodasi asas keadilan dalam seluruh pasal dan isinya memberikan kesempatan, pembinaan, partisipasi dan keterwakilan dalam proses pembangunan untuk penguatan usaha kecil migas baik dalam badan pelaksanaan maupun badan pengatur.

           Kepentingan usaha dari usaha kecil migas dapat dikelompokkan menjadi 4 (empata) prasyarat kepastian :

  1. Kepastian komoditi/kuota
  2. Kepastian distribusi
  3. Kepastian hukum
  4. Kepastian penguatan dan pemberdayaan

          Salah satu yang perlu diakomodasi dalam peraturan pemerintah adalah jaminan aspek persaingan secara sehat dan adil yang perlu dilindungi oleh hukum.

 

Kata kunci : minyak dan gas bumi, usaha kecil

 

PENDAHULUAN

Perubahan mendasar dalam kegiatan usaha perminyakan nasional terjadi, ketika disahkan Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Perubahan tersebut sebenarnya terdapat pada perilaku usaha minyak yang selama ini berdasarkan Undang-undang nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang minyak dan gas bumi dan Undang-undang nomor 8 tahun 1971 tentang pertamina bahwa seluruh kegiatan perminyakan nasional dilakukan hanya oleh negara dan untuk melaksanakannya ditunjuk Perusahaan Negara yaitu Pertamina. Pemusatan seluruh kewenangan mulai dari kebijakan, pengawasan sampai dengan bisnis semua ada pada tangan Pertamina.

           Atas dasar Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang minyak dan gas yang baru ini, maka sebenarnya hak menguasai masih berada dalam negara yaitu kebijakan sebagai pemegang kuasa pertambangan. Undang-undang nomor 21 tahun 2001 bertalian dengan Undang-undang nomor 22 tahun 2011 tentang anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2012. Dalam hal ini diserahkan kepada Menteri sebagai pengganti Pertamina. Kegiatan pengendalian dan pengawasan beralih pada Badan Pelaksana untuk kegiatan hulu dan pengawasan oleh Badan Pengatur untuk kegiatan hilir. Sedangkan kegiatan bisnis beralih pada 5 entitas bisnis termasuk Pertamina di dalamnya yaitu Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Usaha Kecil dan Swasta.

            Terjadinya perubahan mendasar pada kegiatan minyak dan gas bumi adalah khusus pada kegiatan usahanya. Terdapat 2 (dua) prinsip utama yang diberlakukan bagi penyelenggara kegiatan minyak ini, yaitu prinsip ekonomi kerakyatan dan terbuka yaitu dibukanya kesempatan dalam usaha perminyakan nasional bagi semua pelaku usaha termasuk usaha kecil yang berasaskan ekonomi kerakyatan. Prinsip ekonomi kerakyatan seperti tercantum dalam pasal 2 undang-undang nomor 22 tahun 2001 yang berbunyi “Penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang diatur dalam undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan”.

             Prinsip terbuka tercantum dalam pasal 9 ayat 1 yang berbunyi “Kegiatan usaha hulu dan usaha hilir sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 1 dan 2 dapat dilaksanakan oleh

  1. Badan Usaha Milik Negara
  2. Badan Usaha Milik Daerah
  3. Koperasi, Usaha Kecil
  4. Badan Usaha Swasta.

 

Menurut Rachbini, persoalan pengelolaan sumber daya alam sebenarnya menerobos beberapa hierarki dan hierarki konsep tua, kebijakan dan peraturan serta kelembagaan operasional. Dalam aspek legal sebenarnya pada tingkat konsepsional, sumber daya alam adalah public goods yang harus terbuka aksesnya untuk sebanyak mungkin pelaku ekonomi dan masyarakat luas belum menjadi kesadaran kolektif. Jadi public goods ini harus dikelola secara transparan dan diawasi secara terbuka. Dengan demikian jika kendali pengelolaan berada di bawah kontrol pemerintahan saja tanpa kontrol yang memadai dari pihak masyarakat maka kemanfaatannya akan makin terbatas pula. Ini sebenarnya adalah prinsip utama dari demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan.

Ketika undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi disahkan dengan mengedepankan 2 prinsip yaitu demokrasi ekonomi dan keterbukaan, usaha kecil telah menjadi bagian yang secara tegas dicantumkan dalam undang-undang, maka implementasinya dalam bentuk kebijakan-kebijakan, peraturan dan kelembagaan operasional harus dapat menterjemahkan usaha kecil sebagai sebuah entitas yang mendominasikan kegiatan usaha nasional. Mengapa pula usaha kecil memiliki undang-undang tersendiri yaitu undang-undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil. Sebenarnya adalah untuk lebih mempertegas peran dan keseriusan dalam mengamankan usaha kecil sebagai salah satu mayoritas pilar perekonomian nasional.

Implementasi sektoral dalam undang-undang ketika menterjemahkan usaha kecil sebagai bagian dari kegiatan usaha, sebenarnya juga perlu melihat keterkaitan antara undang-undang migas itu sendiri, undang-undang usaha kecil dengan merujuk pada tap MPR nomor XVI tahun 1998 tentang politik ekonomi yang berdasar pada demokrasi ekonomi. Keterkaitan antara semua peraturan perundang-undangan ini untuk membuat implementasi terutama untuk usaha kecil menjadi sangat penting, sehingga jaminan bahwa undang-undang migas berasaskan pada ekonomi kerakyatan / demokrasi ekonomi akan dapat terjelaskan secara konkrit dan lebih fokus pada kegiatan sektoralnya. Karena selama ini usaha kecil sektoral migas belum pernah terpotret secara utuh dan belum pernah terakui secara pasti dalam bentuk perundang-undangan sektoral.

Related Post